JAKARTA, Korantv10.com I Ketika terjadi konflik antara anak – anak di bawah umur, masyarakat sering kali tergesa-gesa membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Namun, langkah ini tidak selalu menjadi solusi terbaik. Proses hukum formal dapat menyebabkan anak merasa terstigma dan kehilangan rasa percaya diri. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih efektif adalah melalui edukasi serta rekonsiliasi.
Dalam sistem restorative justice, konflik anak diselesaikan dengan cara memulihkan hubungan antara pihak -pihak yang bertikai.
Proses ini melibatkan dialog yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral, seperti konselor atau tokoh masyarakat.
Edukasi menjadi elemen penting dalam pendekatan ini. Anak – anak diajarkan untuk memahami dampak tindakan mereka, meminta maaf dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.
Selain itu, mereka juga diajak untuk mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mencegah terjadinya konflik di masa depan”, kata Fuad Dwiyono, Ketum di dampingi A.S Agus Samudra, Sekjen Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) saat wawancara bersama media, Minggu (24/11/24).
Dengan mengutamakan edukasi dan rekonsiliasi, konflik anak dapat diselesaikan secara damai tanpa harus merusak masa depan mereka.
Pendekatan ini juga membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan toleran.(red)