PATI I Suasana panas dalam rapat pansus hak angket DPRD Pati pada Kamis (4/9/2025) siang semakin memanas, setelah muncul insiden kekerasan terhadap dua wartawan yang sedang meliput.
Keduanya mengalami perlakuan kasar saat berusaha menjalankan tugas jurnalistik. Peristiwa bermula ketika kedua jurnalis mencoba melakukan wawancara kepada Torang Manurung, Ketua Dewan Pengawas RSUD RAA Soewondo
Usai dirinya keluar dari ruang rapat. Namun, secara mengejutkan, beberapa pria berbadan tegap yang diduga preman tiba-tiba menghadang dan melakukan tindakan kekerasan.
Wartawan itu ditarik dengan kasar dan bahkan dibanting hingga terjatuh. Kejadian tersebut memicu keprihatinan mendalam dari komunitas pers di Pati.
Ketua PWI Pati, Much Noor Effendi menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers.
“UU Pers dengan jelas menyebutkan, siapa pun yang menghalangi kerja jurnalis bisa dikenakan sanksi pidana dan denda besar. Ini tidak main-main,” ujar Ketua PWI Pati dihadapan wartawan
IJTI Muria Raya juga ikut mengecam peristiwa tersebut. Menurut mereka, tindakan premanisme semacam ini mengancam profesi wartawan yang seharusnya bisa bekerja tanpa rasa takut.
Apalagi insiden terjadi di ruang demokrasi, yakni gedung DPRD, yang semestinya menjunjung keterbukaan informasi.
Polresta Pati yang menerima laporan dari para korban langsung berjanji menindaklanjuti. Pihaknya kepolisian pun menegaskan bahwa siapapun yang terlibat dalam kekerasan ini akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Kami serius menangani kasus ini. Tidak boleh ada yang kebal hukum,” lanjut Kepala Seksi (Kasi) Humas Polresta Pati, Ipda Hafid Amin
Kasus ini pun menambah daftar panjang kekerasan terhadap wartawan di Indonesia. Padahal, dalam praktik demokrasi modern, pers memiliki peran penting sebagai pengawas jalannya pemerintahan.
Ketika wartawan mendapat ancaman, maka demokrasi pun ikut terancam. Masyarakat Pati berharap aparat bisa bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terulang.
Sebab, jika dibiarkan, kekerasan terhadap jurnalis bisa menjadi preseden buruk yang menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.(red)